Sindrom Tugas Akhir
Sindrom tugas akhir mungkin (masih hipotesis) dialami hampir semua orang yang disebut sebagai mahasiswa, tidak peduli S1, S2 bahkan S3. Tapi mungkin yang paling jelas bagi saya yang S1, karena saya sendiri telah mengalaminya. Lebih dari 1,5 tahun saya mengambang dalam dunia tugas akhir antara seminar proposal (kolokium) dengan seminar hasil penelitian. Banyak hal yang biasanya diungkapkan mahasiswa sebagai untuk membenarkan apa yang telah mereka lakukan (atau justru tidak mereka lakukan). Ada yang alasannya kerja, ada yang punya urusan keluarga (kata dosen saya tidak ilmiah).Ada juga yang pusing dengan penelitian itu sendiri, ini bisa terkait dengan metode yang ternyata salah atau sulit di lakukan di lapangan, atau pengolahan data yang ribet, atau sumber literatur untuk pembahasan yang terbatas dan sebagainya. Untuk menghindari munculnya hal ini, usahakan untuk benar-benar mempertimbangkan tema Tugas Akhir yang dipilih. Silahkan baca Tips Memilih Topik Penelitian yang Kuat, topik penelitian yang kuat dan jelas bisa mendukung kita untuk bisa menyelesaikannya dengan cepat.
Ada juga yang bermasalah dengan dosen pembimbingnya (kalau yang ini agak berat nih). Namun, menurut saya, apapun alasan yang dikemukakan oleh kita sebagai mahasiswa akan kembali ke diri kita sendiri. Dan pada dasarnya semua masalah tersebut muncul karena ada rasa malas pada diri kita. Bagian paling fatal dari malas itu akan menumbuhkan benih takut untuk menghadap dosen pembimbing sehingga tiba-tiba kita hilang dari peradaban kampus kita.
Kita lebih banyak semedi di dalam kamar bahkan tanpa harapan, karena memang tidak ada harapan kalau kita sudah takut, kecuali rasa takut itu dapat kita bunuh. Ada juga yang memilih lari, jalan-jalan, nongkrong dengan teman, dsb, tapi sampai kapan akan berlari (jangan sampai dapat surat cinta dari kampus!). Lalu selanjutnya? Menurut saya permasalahan kita sebagai mahasiswa hanya satu, yaitu malas.
Solusinya
Salah satu solusinya adalah kembali ke peradaban kampus, menghirup atmosfer kampus dapat mengembalikan motivasi kita. Bertemu dengan teman-teman akan membakar semangat kita untuk cepat selesai. Memang banyak juga orang yang justru dengan datang ke kampus dan bertemu dengan teman-teman yang mungkin sebentar lagi wisuda malah menjadi tertekan, tapi disinilah kita harus menunjukkan kualitas kita sebagai seorang calon sarjana atau magister atau doktor. Bahwa kita cukup intelek untuk mengatasi rasa tertekan yang tidak beralasan.
Apapun masalah yang kita hadapi dalam penelitian, tidak ada yang bisa kita jadikan alasan untuk menghindari dosen pembimbing. Karena kepada beliaulah tempat kita bertanya untuk mendapatkan sedikit rambu pencerahan penelitian kita (hanya rambu, karena ilmu itu harus kita gali sendiri). Inilah bagian paling penting dalam pembimbingan tugas akhir. Jika saya, anda, dia, dan siapa saja takut untuk menghadap dosen pembimbing, yakinlah bahwa mereka selalu berharap anda dapat menyelesaikan penelitian anda dengan segera dan mengenakan toga. Datangilah mereka dengan senyum dan permintaan maaf, serta semangat untuk menyelesaikan tugas akhir anda.
Kalau memang sulit sekali untuk kontak dan tidak pernah ke kampus, carilah kemungkinan untuk mengganti dosen pembimbing tersebut. Misalnya dosennya akan melanjutkan kuliah, sebaiknya cepat ajukan penggantian dosen pembimbing tugas akhir.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Terutama untuk penulis sendiri yang sedang dalam tahap penyusunan proposal.